Daftar Blog Saya

Senin, 23 Januari 2012

Al-Idrisi Pencipta Globe





Globe adalah miniatur bumi yang sering juga disebut " Bola Dunia". Orang pertama yang menciptakan globe bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Abdullah Ibnu Idris Ash-sharif. Tapi, ia lebih populer dengan nama Al-Idrisi saja, bahkan orang barat menyebutnya Dresses. Al-Idrisi lahir di Ceuta, Spanyol, pada tahun 1099. Al-Idrisi menempuh pendidikannya di Cordova. Selebihnya, ia banyak berpetualang untuk mempertajam pengetahuannya, terutama dibidang Geografi.

Al-Idrisi Memiliki kemampuan membuat peta yang menakjubkan. Peta karya Al-Idrisi banyak menyajikan data konfrehensif dari berbagai wilayah di dunia. Hal itu membuat ia banyak dilirik oleh kalangan navigator laut Eropa serta kalangan meliter.

Raja Roger II, Raja Sicilia turunan normandia (1129-1140) tertarik dengan kemampuan Al-Idrisi. Ia lalu meminta Al-Idrisi membuat peta dunia yang terbaru. Al-Idrisi menyanggupi permintaan itu dan hasilnyapun cukup menakjubkan. Peta pesanan Raja itu diwujudkannya dalam bentuk bola dunia atau " Globe ". Itulah globe pertama dibuat didunia.

Globe itu dibuat dengan bahan perak seberat 400 gram. Di dalamnya, Al-Idrisi mencantumkan ketujuh benua lengkap dengan rute perdagangan, danau-danau dan sungai-sungai, kota-kota besar, daratan, serta pegunungan. Ia juga memasukkan informasi tentang jarak, panjang, dan ketinggian secara tepat. Sebagai panduan, Al-Idrisi melengkapi bola dunianya itu dengan kitab Al-Rujari atau yang lebih dikenal dengan The book of Roger.

Al-Idrisi juga memberi sumbangan lain di bidang gegrafi dalam bentuk sebuah buku yang berjudul Nuzhat Al-Mushtaq fi Ikhtiraq Al-Afaq (Tamasya orang-orang yang rindu untuk menjelajah ufuk). Buku tersebut merupakan ensiklopedia yang memuat peta secara mendetail dan informasi lengkap negara-negara eropa. Setelah menyelesaikan buku itu, Al-Idrisi membuat kembali sebuah kompilasi ensiklopedia yang lebih konfrehensif yang berjudul Rawd Unnas wa Nuzhat al-Nafs.

Pada 116 M, Al-Idrisi meninggal dunia. Beberapa abad kemudian beberapa karya Al-Idrisi diterjemahkan kedalam bahasa latin dan menjadi buku yang sangat populer di daratan Eropa.

Laela Nurisysyaafa'ah, Dahsyatny Kisah "Tokoh Penemu/Pencipta Super Genius" Penerbit Laksana. Jogjakarta: 2010, Hal. 25-27

Tabula Rogeriana



Gambaran pengantar peta dunia karya al-Idrisi tahun 1154. Perhatikan 'selatan' berada di 'atas' peta.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tabula Rogeriana
Tumbuh dan besar di Cetua, Al-Idrisi muda mengembara ke Spanyol Islam, Portugal, Perancis, dan Inggris. Dia mengunjungi Anatolia saat ia baru berusia 16 karena terjadinya konflik dan ketidakstabilan di Andalusia. Dia kemudian bersama orang-orang sezamannya menyatu di Sisilia, dimana bangsa Normandia telah menundukkan bangsa Arab yang dulunya loyal kepada Kekhalifahan Fatimiyah. Menurut Ibnu Jubayr: "bangsa Normandia bertoleransi dan melindungi keluarga-keluarga Arab dalam pertukaran ilmu pengetahuan."
Al-Idrisi menggabungkan pengetahuan dari Afrika, Samudera Hindia, dan Timur Jauh yang dikumpulkan para penjelajah dan pedagang Islam dalam bentuk peta Islam, dan juga dari informasi yang dibawa oleh pelayar-pelayar Normandia untuk membuat peta paling akurat di dunia di masa pramodern,[2] yang diletakkan sebagai ilustrasi Kitab Nuzhat al-Mushtaq miliknya, (Latin: Opus Geographicum) diterjemahkan Hiburan untuk Manusia yang Rindu Mengembara ke Tempat-Tempat Jauh.[3]
Tabula Rogeriana digambar oleh Al-Idrisi di tahun 1154 untuk Raja Normandia Roger II dari Sisilia, setelah delapan menetap di istananya, dimana dia bekerja untuk penjelasan dan ilustrasi peta. Peta tersebut, dengan legenda berbahasa Arab, menampilkan daratan Eurasia secara keseluruhan dan sebagian kecil bagian utara benua Afrika dengan sedikit detail pada Tanduk Afrika dan Asia Tenggara.
Untuk Roger, tabula itu diukir dalam piringan besar dari perak padat yang berdiameter dua meter.
Sebagai tambahan, Al-Idrisi juga merupakan ahli farmakologi dan seorang dokter.
Mengenai karya geografi al-Idrisi, S. P. Scott menulis:
Kompilasi Al-Idrisi menandakan sebuah era dalam sejarah pengetahuan. Tidak hanya itu, informasi historis karya-karyanya sangat menarik dan berharga, namun dekripsi-deksripi karyanya terhadap banyak tempat di bumi masih otoritatif. Selama tiga abad para pakar geografi menyalin petanya tanpa perubahan. Posisi relatif danau yang membentuk sungai Nil, seperti yang digambarkan dalam karyanya, tidak banyak berbeda dari yang dibuat Baker dan Stanley lebih dari tujuh ratus tahun kemudian, begitu pula bilangannya sama. Kejeniusan mekanis penulis tidak lebih rendah dari pengetahuannya. Planisfer angkasa dan bumi dari perak yang dibuatnya untuk raja pelindungnya hampir enam kaki diameternya dan beratnya empat ratus lima puluh pon; di satu sisi dukir zodiak dan rasi bintang, sementera di sisi lain dibagi menjadi segmen-segmen daratan dan perairan, dengan situasi masing-masing dari berbagai negeri.[2]
Al-Idrisi menginspirasi pakar geografi Islam lainnya seperti Ibnu Batutah, Ibnu Khaldun, Piri Reis dan Barbary Corsairs. Petanya juga menginspirasi Christopher Columbus dan Vasco Da Gama

Nuzhatul Mushtaq

Karya teks geografi Al-Idrisi, Nuzhatul Mushtaq, sering dikutip oleh para pendukung teori hubungan Andalusia-Amerika pra-Columbus. Dalam teks ini, al-Idrisi menulis mengenai Samudera Atlantik:
"Komandan umat Muslim Ali bin Yusuf bin Tashfin mengirim laksamanya Ahmad bin Umar, yang baik dikenal dengan nama Raqsh al-Auzz untuk menyerang suatu pulau di Atlantik, namun dia wafat sebelum melaksanakannya. [...] Di balik samudera kabut ini, tidak diketahui apa yang ada disana. Tak seorangpun memiliki pengtahuan yang pasti mengenainya karena betapa sulitnya melintasinya. Udaranya berkabut, gelombangnya begitu kuat, dan bahaya yang mengancam sangat besar, makhluk-makhluknya sangat mengerikan, dan sering terjadi badai. Disana terdapat banyak pulau, sebagian di antaranya tidak berpenghuni, sementara lainnya terbenam. Tak seorang navigator pun melewatinya kecuali mengelilingi pantai-pantainya. [...] Dan dari kota Losbon, para petualang berangkat dengan nama yang dikenal sebagai Mugharrarin [yang terbujuk], menembus samudera kabut dan ingin mengetahui apa yang ada disana dan dimana berakhirnya. [...] Setelah berlayar selama dua belas hari lebih mereka merasakan sebuah pulau untuk dihuni, dan mengolah perkebunan. Mereka terus berlayar untuk mengatahui apa yang ada di sana. Namun kemudian barque mengepung dan menawan mereka, dan membawa mereka ke pedesaan suram di pantai. Di sana mereka mendarat. Sang navigator melihat orang-orang berkulit merah; tidak banyak rambut di tubuh mereka, rambut di kepala mereka lurus, dan mereka berperawakan tinggi. Wanita-wanita mereka memiliki kecantikan luar biasa."[4]
Terjemahan oleh Dr. Professor Muhammad Hamidullah masih dipertanyakan karena tertulis, setelah mencapai wilayah "perairah yang lembap dan berbau", Mugharrarin (juga diterjemahkan "para petualang") kemudian mundur dan pertama mencapai pulau tak berpenghuni dimana mereka menemukan "sejumlah besar domba yang dagingnya pahit dan tidak dapat dimakan" dan kemudian "melanjutkan ke selatan" dan mencapai yang disebutkan tadi dimana mereka dikelilingi para barque dan dibawa ke "desa yang penghuninya berambut panjang dan kemerahan dan wanitanya memiliki kecantikan yang langka". Di antara penduduk desa, salah satunya berbicara dengan bahasa Arab dan menanyai asal-usul mereka. Kemudian kepala desa memerintahkan untuk membawa mereka ke benua dimana mereka disambut baik oleh bangsa Berber. [5][rujukan?]
Terpisah dari laporan mengagumkan dan fantastis sejarah ini, intepretasi yang paling mungkin[rujukan?] adalah bahwa Mugharrarin mencapai Laut Sargasso, bagian dari samudera itu yang tertutup rumput laut dan sangat dekat dengan Bermuda seribu mil jauhnya dari daratan Amerika. Kemudian ketika datang kembali, mereka mungkin telah mendarat di Azores atau Madeira atau bahkan di Kepulauan Canary paling barat, Hiero (karena domba). Terakhir, cerita dengan pulau berpenghuni mungkin terjadi di Tenerife atau di Gran Canaria, dimana Mugharrarin bertemu beberapa orang Guanche. Hal ini menjelaskan mengapa di antara mereka ada yang dapat berbahasa Arab (beberapa hubungan sporadis telah mencapai kepulauan Canary dan Maroko) dan mengapa mereka dengan segera diasingkan ke Maroko dimana mereka disambut dengan baik oleh orang Berber. Namun, cerita yang diabadikan Idrisi tidak terbantahkan mengenai pengetahuan Samudera Atlantik oleh bangsa Arab dan oleh vasal Andalusia dan Moroko mereka.

Referensi

Beeston, A. F. L. (1950). "Idrisi’s Account of the British Isles". Bulletin of the School of Oriental and African Studies XIII: Part 2: pp. 265–280.
Bredow, G.G. (1804). "Edrisis Weltcharte". Allgemeine Geographische Ephemeriden (Weimar) 13: pp. 418–437.
Ahmad, S. Maqbul, India and the Neighbouring Territories in the "Kitab nuzhat al-mushtaq fi'khtiraq al-'afaq" of al-Sharif al-Idrisi. Leiden: E. J. Brill, 1960.
Ahmad, S. Maqbul, “Cartography of al-Sharīf al-Idrīsī” In The History of Cartography, Vol.2, Book 1, Cartography in the traditional Islamic and South Asian Societies. Ed. J.B. Harley and David Woodward, The University of Chicago Press, Chicago & London, ISBN 978-0-226-31635-2 , 1992: 156-174.

2 komentar:

  1. Tabula Rogeriana digambar oleh al-Idrisi
    untuk Roger II dari Sisilia pada tahun 1154,
    menjadikannya sebagai salah satu dari peta-peta dunia kuno. Penggabungan modern
    dibuat dari 70 lembar halaman ganda dari atlas aslinya.
    Lahir 1100
    Ceuta
    Meninggal 1160
    Sisilia
    Warga negara Murabitun
    Bidang Pakar Geografi dan Kartografi, Penulis, dan Ilmuwan
    Dikenal atas Tabula Rogeriana
    Abu Abdullah Muhammad al-Idrisi al-Qurtubi al-Hasani al-Sabti atau singkatnya Al-Idrisi (bahasa Arab: أبو عبد الله محمد الإدريسي; bahasa Latin: Dreses) (1100 – 1165 atau 1166) adalah pakar geografi, kartografi, mesirologi, dan pengembara yang tinggal di Sisilia, tepatnya di istana Raja Roger II. Muhammad al-Idrisi lahir di kota Afrika Utara Ceuta (Sabtah) yang termasuk bagian Kekaisaran Murabitun dan wafat di Sisilia. Al-Idrisi merupakan keturunan para penguasa Idrisiyyah di Maroko, yang merupakan keturunan Hasan bin Ali, putra Ali dan cucu nabi Muhammad.[1]
    Pendidikan Al-Idrisi diperoleh di Andalusia.

    BalasHapus
  2. keren amat ni blog, ilmu gw makin mambah.
    semangat untuk yang bikin blog ini.

    BalasHapus