Aku bertanya pada daun yang berbisik pada tanah
Disebab apa bumi meludah anak-anaknya
Tak karna usia senja bumi mengamuk
Tak lantaran siang berseling petang membunuh nafas
Di sebuah petang angin mengajakku ke kampung azab
Ada mesjid bertiang kemunafikan tegak berdiri
Lalu orang-orang duduk membutakan mata di dalamnya
Meninggalkan selembar sajadah kumal
Anak-anak sibuk berburu dinar
Kiyaiku entah kemana, sibuk bertasbih kosong
Lurahku menumpuk-numpuk uang curian
Di sebuah pagi embun mengajakku menangis
Inilah sisa kampung azab
Nyawa membujur di reruntuhan
Air mata menenggelamkan hati-hati yang tersisa
Masihkah kau ingin tinggal di kampung azab
Pergilah dan jenguklah mesjidmu
Masih ada sajadah kumal yang tersisa di sana
2. Aku Selembar Nyawa Tersisa di antara Isak
Aku selembar nyawa yang tersisa di antara isak
Anak-anakku telah dijemput bumi
Saat ia meludah di kepala kami yang hina
Menenggelamkan mesjid tua tak berpenghuni
Dan seorang berkalung sorban kumal
Aku selembar nyawa yang tersisa di antara isak
Tak mampu membela anak-anakku yang dimaki tanah
Mungkin tersebab tadi siang ia berpesta di tepi jalan
Sampai desiran angin berlalu di wajahnya
Dan selembar rupiah pun tak ia keluarkan
Aku selembar nyawa tersisa di antara isak
Kini kulihat anak-anak ku terbujur memeluk bumi
Ada kehinaan di wajahnya, ada pula keceriaan
Kemanakah hendak kutulis surat permohonan maafku untuk bumi
Jika mesjid-mesjid itu hanya dihuni jiwa-jiwa batu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar